Ragutlah nyawa ini.
Kerna untuk apa lagi sebenarnya?
Sejujurnya?
Seikhlasnya?
Setulusnya?
Cabut...
Biar bercerai berai kecai ari dari diri.
Kalut.
Penat sudah aku berdongeng
sesak di pentas satu-laki-tunjuk
Berlakun di layar kesepian.
Keseorangan.
Awan kelabu mengundang kebasahan tatkala hujan
rintik.
rentak..
retak...
Lalu dia membelah bumi lalu dia gugur lalu dia menyembah pelusuk alam
Dia, dan ngauman gong dan panahan cahaya halilintar silih berganti
Aku terkapai mencari Srikandi di balik riuh ini.
Sudah!
Cukup sudah linangan ini gugur.
Sudah!
Selesai sudah aku mendengar kata kata bisa darimu
Sudah!
Penat sudah aku menjadi ukuran kelemahanmu
Sudah!
Jenuh sudah aku mengukir senyuman tatkala palatmu terpalit padaku.
Tiba waktu kau kan sedar.
Aku juga insan biasa punya rasa, bisa merasa dan ingin dirasa cinta.
Tiba waktu kau kan tau.
Yang ku mau hanya secebis kasih
secoret sayang.
Aku hausss...
...dan tegukan setiap titisan sungai Nil tak mampu untuk memuas nafsu dahagaku.
Tiba masa Dia akan mengajarmu,
Yang ku ingin hanya setitik pengertian.
Persoalannya,
tidak terlalu sempitkah waktu?
untukku?
untuk kau?
untuk Dia?
No comments:
Post a Comment